INTERVENSI-PREVENSI REMAJA ADIKSI/KECANDUAN GAME ONLINE (FAKTOR RISIKO ORANG TUA)
oleh Masruri Yusuf
Kecanduan/adiksi game online
Kecanduan/adiksi game online
Banyak sekali kasus-kasus yang
disebabkan oleh anak atau remaja yang adiksi atau kecanduan bermain game
online. Di Filipina (Philippinews, 2014),
ada anak yang sampai bunuh diri gara-gara main DOTA 2 (anak gamer pasti tau tuh,
bagi ibu-ibu yang gak tau bisa tanya anaknya :D). Perempuan umur 21 tahun
mengalami kebutaan sebelah matanya karena terlalu lama bermain game di hp-nya (Channel
Newsasia, 2017),
Bahkan ada yang lebih
parah lagi, yaitu sampai meninggal dunia di warnet (warung internet)
(Kistie Mccrum, 2015).
Nah bagi pelajar pun, banyak pelajar yang sampai bolos sekolah hanya karena
ingin bermain game online di warnet (Gosumut, 2017). Banyak sekali dampak baik untuk
fisiknya maupun keadaan mental dari remaja yang kecanduan game online ini.
Seperti apa dan bagaimana sih
kecanduan game online itu? Kecanduan game online itu biasa juga dikenal dengan
istilah game addiction atau internet gaming disorder (American
Psychiatric Association, 2013). Remaja atau seseorang yang dianggap mengalami
kecanduan game online ini adalah remaja yang menggunakan internet terus menerus
dan berulang, terlibat dalam permainan game online dan menyebabkan kerusakan
atau gangguan fungsi fisik maupun psikisnya. Ciri-ciri lainnya adalah mereka
mengalami gejala-gejala berikut ini selama kurun waktu sekitar 12 bulan;
1. Terlalu asyik bermain game secara
online
2. Manarik diri dari lingkungan sosial
atau masyarakat mereka
3. Susah untuk menghentikan bermainnya
ketika sedang bermain game online
4. Hilang minat kepada hal-hal lain
(pelajaran sekolah dll.)
5. Hilangnya hubungan sosial atau
interaksi baik dengan keluarga maupun sekolah
Orang-orang yang mengalami
kecanduan game ini menurut data penelitian, mengalami peningkatan mulai dari
tahun 2012 yaitu sebesar 10% dari remaja, hingga pada tahun 2017 menjadi 15,6%
dari remaja di berbagai penjuru dunia (Griffiths, Kuss dan King, 2012) (Feng,
Ramo, Chan dan Bourgeois, 2017). Peningkatan tersebut memang sangat
mengkhawatirkan, apalagi dengan semakin majunya teknologi saat ini yang semakin
bisa mempermudah remaja itu bermain game online.
Tadi kan sudah disebutkan kalau
remaja atau orang yang kecanduan game online akan memiliki dampak negatif untuk
fisik dan psikis atau kesehatan mentalnya. Berikut ini adalah beberapa dampak
yang ditimbulkannya itu. Dampak secara psikologis (Griffiths, Kuss & King,
2012):
1. mengorbankan pekerjaannya,
pendidikan, hobi, bersosialisasi, waktu bersama dengan keluarga dan tidurnya
(terdapat gangguan tidur),
2. Bertambahnya stres,
3. Menurunnya well-being, prestasi
akademik, agresif dan
4. Menyendiri
5. Penurunan performansi akademik dan
self-esteem (Toker & Baturay, 2016)
Dampak
secara fisik/biologis (Griffiths, Kuss & King, 2012):
1. Halusinasi pendengaran,
2. Enuresis dan obesitas,
3. Serangan epilepsi,
4. Nyeri pergelangan tangan,
5. Nyeri leher,
6. Kapalan,
7. Jari mati rasa,
8.
Handarm vibration syndrome tangan terasa bergetar sendiri)
Ada juga nih penelitian di
Indonesia terkait dampak negatif dari remaja-remaja yang kecanduan main game
online (Syahran, 2015),
diantaranya adalah;
1. Remaja tersebut akan memiliki
kemampuan untuk mengatur diri yang lemah
2. Kemampuan bersosialisasi juga lemah
3. Susah diatur dan disuruh oleh orang
tua (nah ini yang pasti biasa dan sering dirasakan oleh ibu-ibu nih)
4. Menjadi lupa waktu ketika bermain
5. Bolos sekolah karena ingin main
game
6. Kurang pergaulan dan interaksi
sosial
Banyak faktor yang dapat menjadikan
remaja itu menjadi kecanduan game online. Adakalanya memang faktor internal,
yaitu dari diri remaja itu sendiri yang terlalu asyik dan menggunakan game
online sebagai pelarian dari masalah-masalahnya, adapula karena faktor dari
game-nya sendiri yang menawarkan berbagai macam hal yang dapat menarik
perhatian pemain game untuk tetap bermain. Teman bermain juga dapat menjadi
faktor remaja menjadi adiksi game dan adapula faktor keluarga.
Nah keluarga yang seperti apa sih
yang sampai bisa menyebabkan anak dari anggora keluarga tersebut berisiko untuk
kecanduan game online? Kondisi keluarga yang kurang kondusif (Young 2009),
misal keluarga tersebut menggunakan obat-obatan terlarang, dapat menjadi faktor
risiko yang menjadikan remaja atau anak mereka kecanduan game online. Keluarga
dengan kualitas hubungan anak-orang tua yang rendah (Xu, Turel dan
Yuan, 2012) (Zhu,
Zhang, Yu, & Bao, 2015).
Keluarga yang kurang bisa memberikan dukungan kepada anaknya atau kurangnya
perhatian dari orang tua untuk mau memahami dan memfasilitasi keinginan
anak-anaknya secara lebih produktif (Hyun, dkk., 2015). Adapula keluarga yang
ibu dari keluarga itu juga bekerja. Ibu rumah tangga yang bekerja (Toker &
Baturay, 2016), memiliki risiko kepada anak remaja mereka untuk menjadi
kecanduan game online karena yang pasti perhatian dan waktunya akan berkurang
kepada anaknya.
Penelitian di Indonesia juga sudah
ada (Efendi, 2014), terkait hubungan keluarga atau orang tua dengan anak mereka
yang dapat menyebabkannya kecanduan game online. Beberapa hal yang dapat
meningkatkan risiko anak kecanduan game online dari penelitian tersebut ialah
kurang maksimalnya komunikasi antara anak dan anggota keluarga yang lainnya,
pengawasan yang kurang kepada anak, kesalahan pola asuk dari orang tua kepada
anak dan anak itu merasa jenuh dan bosan dengan rutinitas di keluargnya
sehingga menyebabkan anak mencari hal lain yang lebih menarik, dalam hal ini
adalah dengan berimain game online. Nah bagi para ibu-ibu dan bapak-bapak,
bermain dan berinteraksi serta mengajak anak melakukan berbagai macam kegiatan
bersama-sama merupakan hal yang penting dan dapat mencegah dari perilaku anak
atau remaja yang tidak diinginkan nantinya.
Intervensi-prevensi
Apakah bisa dilakukan pencegahan
agar remaja tidak sampai mengalami adiksi atau kecanduan game online? Jawabnya
bisa-bisa aja. Nah apa yang harus dilakukan? Agar mampu melakukan tindakan
pencegahan, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mau mengetahui
seberapa bahaya kah gangguan itu, dalam hal ini gangguan kecanduan bermain game
online. Usaha untuk mengetahuinya bisa didapatkan melalui psikoedukasi atau
edukasi terkait gangguan-gangguan psikologis dari berbagai macam narasumber
(Gellman & Turner, 2013). Nah untuk memfasilitasi psikoedukasi tadi, bisa
melalui kulwapp.
Kulwapp, bagi ibu-ibu rumah tangga
mungkin tidak asing, yaitu kuliah whatsapp. Sebuah grup yang dibentuk di media
sosial whatsapp, yang biasanya berisikan ibu-ibu rumah tangga yang saling
berbagi informasi yang bermanfaat untuk keluarganya. Nah melalui media online
tersebut, para anggota dapat mengundang narasumber atau tenaga ahli psikologi
untuk memberikan psikoedukasi mengenai kecanduan game online. Para orang tua
yang sudah merasa anaknya memiliki gejala-gejala seperti di atas, dapat waspada
dan bisa melakukan penanganan lebih dini dari pada nanti sudah parah bahkan
meninggal dunia (semoga tidak sampai terjadi). Keuntungannya yang dapat
didapatkan melalui kulwapp tadi adalah bisa diikuti oleh siapa saja, tidak
terbatas tempat dan waktu, meningkatkan fleksibilitas pemateri.
Materi-materi yang dapat
disampaikan di kulwapp tersebut meliputi skill atau kemampuan yang mendorong
hubungan yang lebih dekat antara orang tua dan anak, kemudian skill yang
berhubungan dengan pengawasan penggunaan internet (Vodrackova & Gabrhelik, 2016). Agar
hubungan orang tua dengan anak bisa menjadi semakin dekat dapat dilakukan
melalui meningkatkan komunikasi orang tua-anak, menambah jumlah waktu yang
dihabiskan bersama dengan anak atau remajanya, memahami kebutuhan-kebutuhan
anak, serta tidak lupa juga, meningkatkan kesehatan mental orang tua itu
sendiri. Sedangkan skill yang berhubungan dengan pengawasan penggunaan internet
ialah orang tua harus lebih bisa dan mau memahami mengenai kebutuhan internet
anak, kesadaran akan aktifitas online anak, serta mau mengawasi secara
langsung. Dapat juga dengan cara-cara berikut (Vodrackova & Gabrhelik, 2016);
1. menetapkan peraturan yang mengatur
tentang konten aktifitas online apa yang diperbolehkan
2. mengkritisi penggunaan internet
yang berlebih tanpa menetapkan batasan waktu yang kaku dalam menggunakan
internet
3. memediasi penggunaan internet oleh
anak dalam bentuk diskusi
4. bergabung dengan anak saat mereka
menggunakan internet
5. mengadopsi norma-norma yang adaptif
seputar penggunaan internet
6. secara konsisten orang tua juga
patuh terhadap norma-norma tersebut
Efektifitas
penggunaan media sosial online
Nah bagaimana dengan efektifitas
psikoedukasi atau informasi terkait parenting melalui media sosial online? Sudah
ada banyak penelitian yang telah menyatakan bahwa penggunaan media sosial
online efektif untuk menyampaikan informasi-informasi yang diinginkan, dalam
hal ini untuk melakukan psikoedukasi tadi.
Welch dkk. (2016) dalam penelitiannya
mendapati bahwa intervensi menggunakan sosial media, yang online dan mengandung
unsur interaktif-informatif, efektif untuk populasi tertentu yang berisiko
mengalami kerugian karena kurangnya informasi mengenai kesehatan. Beberapa
populasi yang berisiko tersebut ialah pemuda/remaja, orang dewasa, dan
masyarakat pedesaan. Intervensi tersebut juga efektif pada grup atau populasi
yang dikehendaki. Keuntungan lain yang didapat adalah kepuasan, menemukan
informasi yang baru dan mendapatkan dukungan sosial dari media sosial yang
diikutinya. Moorhead et al. (2013), dalam penelitiannya juga, menyatakan bahwa
media sosial online yang memberikan fasilitas untuk saling berinteraksi
(seperti Twitter dan Facebook), efektif untuk meningkatkan pengetahuan.
Psikoedukasi tadi juga sifatnya adalah pengetahuan terkait hal-hal psikologis.
Untuk tujuan parenting, media
sosial online juga memiliki peran penting lainnya. Hal ini terlihat dari
beberapa penelitian mengenai efektifitas media online untuk kegiatan parenting.
Progam parenting yang disampaikan melalui media internet hasilnya menunjukan
bahwa penggunaan media internet dapat mempengaruhi hubungan orang tua dan anak
(Nieuwboer, et al, 2013). Hasil intervensi menggunakan Triple P Online (sebuah parenting
skill program), menunjukkan bahwa kemampuan orang tua mengetahui
permasalahan anak menjadi lebih baik, orang tua menjadi lebih percaya diri
dalam perannya menjadi orang tua dan (Sanders, et. al., 2012). Anak yang orang tuanya mendapat perlakuan
atau intervensi Internet-based
parent-training program for children with conduct problems mengalami
penurunan intensitas kenakalan anak tersebut (Enebrink, et. al., 2012). Melalui
website “Parenting portal, KidzGrow
Online”, penggunaan program parenting melalui program tersebut dapat
menjadikan orang tua lebih mau menghabiskan waktu dengan anak, menjadi lebih
tahu akan perkembangan anak, dan tingkat percaya diri dengan perannya menjadi
orang tua (Na & Chia, 2008).
Itu semua merupakan gambaran secara
umum terkait seberapa efektifnya psikoedukasi ataupun program parenting yang
dilakukan melalui media online. Jadi untuk menyebarkan informasi atau edukasi,
tidak hanya dengan cara tatap muka saja. Seiring dengan perkembangan teknologi
yang semakin pesat, kemudahan untuk saling berkomunikasi juga bisa didapat.
Manfaat teknologi seperti harus dimaksimalkan apalagi untuk tujuan yang lebih
produktif, baik hubungannya untuk kesehatan fisik maupun psikis.
Daftar pusktaka
American Psychiatric Association.
(2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Arlington.
Channel
Newsasia (2017) Chinese woman goes blind in one eye after mobile gaming
marathon. Diakses pada tanggal 03 Oktober 2017 di
http://www.channelnewsasia.com/news/asiapacific/chinese-woman-goes-blind-in-one-eye-after-mobile-gaming-marathon-9286632
Coughlin,
Steven S., Whitehead, M., Sheats J.Q., Mastromonico, J. & Smith, S. (2016)
A Review Of Smartphone Applications For Promoting Physical Activity. Jacobs J
Community Med.; 2(1)
Crappy-games
(2007). Everquest: Shawn Wooley Suicide. Diakses pada tanggal 03 Oktober 2017
di http://crappygames.wikia.com/wiki/Everquest:_Shawn_Wooley_Suicide
Efendi, Novian
A. (2014) Faktor Penyebab Bermain Game Online Dan Dampak Negatifnya Bagi
Pelajar (Studi Kasus pada Warung Internet di Dusun Mendungan Desa Pabelan
Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo). Skripsi Tidak Diterbitkan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Enebrink, Pia, Jens Högström,
Martin Forster, & Ata Ghaderi (2012) Internet-based parent management
training: A randomized controlled study. Behaviour
Research and Therapy 50, 240-249.
Feng, W., Ramo, Danielle E., Chan, Steven R., & Bourgeois, James A. (2017) Internet gaming disorder: Trends in
prevalence 1998–2016. Addictive Behaviours, 17-24.
Gellman,
M.D. & Turner, J.R. (2013) Encyclopedia
of Behavioral Medicine. Springer New York
Gosumut.
(2017). Bolos Sekolah, 36 Siswa Terjaring di Warnet Legian. Diakses pada
tanggal 03 Oktober 2017 di
https://www.gosumut.com/berita/baca/2017/08/07/bolos-sekolah-36-siswa-terjaring-di-warnet-legian#sthash.7c7YGe4Z.PRkhqb6m.dpbs
Griffiths, Mark D., Kuss, Daria J. & King, Daniel L. (2012) Video
Game Addiction: Past, Present and Future. Current Psychiatry Reviews, Vol.
8, no. 4.
Hyun, G.J., Han, D.H., Lee, Y.S., Kang, K.D., Yoo, S.K., Chung, U., & Renshaw, P.F. (2015) Risk Factors Associated With Online
Game Addiction: A Hierarchical Model. Computers in Human Behavior,
48, 706–713
Kirstie
Mccrum (2015) Tragic teen gamer dies after 'playing computer for 22 days in a
row'. Diakses pada tanggal 03 Oktober
2017 di http://www.mirror.co.uk/news/world-news/tragic-teen-gamer-dies-after-6373887
Na,
Jin-Cheon, & Chia, Shee Wai (2008) Impact of online resources on informal
learners: Parents’ perception of their parenting skills. Computers & Education 51, 173–186
Nieuwboer,
C.C., Fukkink, R.G. & Hermanns, J.M.A., (2013) Online Programs as Tools to
Improve Parenting: A meta-analytic review. Children
and Youth Services Review
Moorhead SA, Hazlett DE, Harrison L, Carroll JK, Irwin A,
Hoving C (2013). A
new dimension of health care: systematic review of the uses, benefits, and
limitations of social media for health communication. J Med Internet Res;15
(4).
Philippinews
(2014) Kid Commits Suicide After Getting Penalized (Low Priority) In Dota 2.
Diakses pada tanggal 03 Oktober 2017 di http://philippinews.altervista.org/kid-commits-suicide-getting-penalized-low-priority-dota-2/
Sanders MR, Baker S, & Turner
KMT. (2012) A randomized controlled trial evaluating the efficacy of Triple P
Online with parents of children with early-onset conduct problems. Behav Res Ther; 50: 675-84.
Syahran,
Ridwan (2015) Ketergantungan Online Game dan Penanganannya. Jurnal
Psikologi Pendidikan & Konseling, Volume 1 Nomor, Hal 84-92
Toker, Sacip & Baturay, Meltem Huri (2016) Antecedents and consequences of
game addiction. Computers in Human Behavior, Vol. 55, Page
668-679.
Vodrackova,
P., Gabrhelik, R. (2016). Prevention of Internet addiction: A Systematic
Review. Journal of Behavioral Addiction. 5(4), pp. 568-579
Welch V.,
Petkovic J., Pardo J. Pardo, Rader, T., Tugwell, P. (2016) Interactive social
media interventions to promote health equity: an overview of reviews. Health
Promot Chronic Dis Prev Can. 36 (4): 63–75.
Xu, Z., Turel, O., & Yuan, Y. (2012) Online Game Addiction Among
Adolescents: Motivation And
Prevention Factors. European Journal of Information Systems, 21,
321–340
Young,
Kimberly (2009) Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, Vol. 35, Page
355-372.
Zhu, J.,
Zhang, W., Yu, C., & Bao, Z. (2015) Early Adolescent Internet Game
Addiction In Context: How Parents, School, And Peers Impact Youth.Computers
in Human Behavior, 50 159–168.
Komentar
Posting Komentar