REMAJA DAN NARKOBA: PSIKOEDUKASI DENGAN MEDIA AUDIO-VISUAL SEBAGAI PROGRAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA
Oleh:
Mardiana Artati
(sumber:
www.hellomotion.com)
Tahukah Anda, jika peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa remaja melibatkan sejumlah perubahan? Ya, perubahan itu
terjadi pada aspek biologis, kognitif, dan sosioemosional. Perubahan biologis
pada masa remaja meliputi percepatan pertumbuhan, perubahan hormonal, dan
kematangan seksual yang disertai dengan pubertas. Perubahan kognitif meliputi
peningkatan dalam pola berpikir, perasaan tak terkalahkan, dan merasa berada
diatas panggung. Sementara, perubahan dalam sosioemosional meliputi pencarian
kebebasan, konflik dengan orangtua, dan keinginan untuk menghabiskan lebih
banyak waktu dengan teman sebaya (Santrock, 2011).
Idealnya ditengah proses peralihan
tersebut, para kaum muda juga harus mengembangkan karakter positif (Positive Youth Development). Positive Youth Development diperkenalkan
oleh Jacqueline Lerner dkk (dalam Santrock, 2011) yang berisi tentang lintasan
perkembangan yang dikehendaki untuk para remaja bahwa mereka seharusnya memiliki
pandangan yang positif terkait dengan akademis, sosial, karier, dan fisik;
memiliki harga diri, dan keyakinan akan kemampuan dirinya untuk menguasi
situasi dan dapat memberikan hasil yang positif dari situasi tersebut (efikasi
diri); memiliki hubungan yang positif dengan orang lain seperti keluarga, teman
sebaya, guru, dan individu dalam masyarakat; mereka mampu menghargai
aturan-aturan sosial yang ada, dan mampu memahami mengenai benar dan salah; dan
mampu menunjukkan kepeduliannya terhadap orang lain.
Realitanya dengan adanya teknologi saat
ini, remaja dihadapkan pada pilihan gaya hidup yang kompleks, menghadapi
aktivitas seksual dan godaan penggunaan narkoba pada usia yang semakin muda
(Santrock, 2011).
Pada tahun 2016, BNN dan Pusat
Penelitian Kesehatan UI melakukan survei mengenai penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa. Melalui survei tersebut
diperoleh angka setahun terakhir pakai sebesar 1,9%. Angka ini cenderung
menurun dari tahun 2015 dimana angka yang diperoleh sebesar 2,2% (disitat dari
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2017).
KPAI menyebutkan
bahwa kasus narkoba semakin mengancam. Pasalnya pengguna narkoba usia remaja
naik menjadi 14 ribu jiwa dengan rentang usia 12-21 tahun. Jumlah tersebut
dapat dikatakan luar biasa karena data dari BNN yang bekerja sama dengan
Puslitkes UI menunjukkan total pengguna narkoba segala usia mencapai 5 juta
orang Indonesia (Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Mei 2016).
Lalu menurut Anda, faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi seorang
remaja menyalahgunakan narkoba? Apakah faktor keluarga, pengaruh teman sebaya,
atau faktor lainnya?
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rosida, dkk., 2015; Saleh,
dkk., 2014; Nurmaya, 2016; Simangunsong, 2015) menunjukkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi seorang remaja untuk menggunakan narkoba adalah keluarga yang
tidak utuh atau perceraian orangtua sehingga narkoba/NAPZA menjadi salah satu
jalan pintas untuk melampiaskan masalahnya; pengaruh dari teman sebaya
(mengikuti trend, keinginan untuk
diterima dan diakui oleh kelompok sebaya, berteman dengan pengguna narkoba);
dan memiliki pengetahuan yang rendah mengenai NAPZA serta bahaya yang
ditimbulkan sehingga memutuskan untuk mencoba narkoba.
Remaja merupakan aset bangsa yang nantinya bertanggung jawab atas
perkembangan negara. Jika calon pewaris bangsa ini terjerumus dalam lingkaran
narkoba, maka bisa Anda bayangkan apa yang akan terjadi pada bangsa ini pada
beberapa tahun mendatang. Oleh sebab itu, diperlukan tindakan sedini mungkin
untuk menekan peredaran dan penyalahgunaan narkoba pada remaja. Salah satu program
yang ditawarkan untuk dilakukan adalah psikoedukasi yang menggunakan media
audio-visual.
Menurut
Pajares (2002a; 2002b) menggunakan media visual untuk menyampaikan materi dalam
program pencegahan dapat memfasilitasi dialog atau diskusi sehingga dapat
meningkatkan efikasi diri para remaja.
Pendekatan pembelajaran ini ternyata sangat efektif bila media visual yang
digunakan termasuk role-model (panutan/model dalam video)nya memiliki
atribut (ciri-ciri) yang serupa dengan perilaku remaja yang akan disasar, dan
juga disertai dengan masukan dari guru. Menggunakan media visual yang
dikombinasikan dengan diskusi kelompok juga dapat merangsang keterampilan
kognitif, termasuk pemecahan masalah dan berpikir kritis (Botvin, Griffin &
Nichols, 2006).
Psikoedukasi menggunakan media audio-visual juga telah dilakukan oleh
Schulze & Calder (2015) pada remaja di Afrika Selatan. Metode ini
diterapkan di sekolah-sekolah untuk mencegah para remaja menjadi korban
penyalahgunaan narkoba. Program pencegahan ini berjalan selama dua bulan dan
terdiri atas tujuh sesi, yakni:
1.
Sesi satu. Pada sesi ini, peneliti memutar DVD selama 20
menit. DVD ini berisi tiga video yang berisi pengalaman-pengalaman korban
penyalahgunaan narkoba dan pengalaman para remaja dalam mengatasi tekanan dari
teman sebaya yang menjadi penyalahguna narkoba. Setelah menyaksikan video-video tersebut,
partisipan diminta untuk menjawab
lima pertanyaan terbuka yang telah disediakan oleh peneliti.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berkisar apa pesan yang didapat setelah
menonton video tersebut, apa pengaruh positif dan negatif yang digambarkan
dalam video tersebut, dan apa yang menyebabkan remaja dapat terjerumus dalam pengaruh obat-obatan
terlarang. Setelah itu, peneliti mengadakan
diskusi antar peserta dalam kelas. Diskusi ini bertujuan untuk merangsang para
partisipan untuk berpikir mengenai apa yang terjadi ketika remaja terjatuh
dalam pengaruh alkohol atau narkoba.
2.
Sesi dua dan tiga. Sesi
ini adalah wawancara individual (diskusi) antara
peneliti dengan
para partisipan.
Serangkaian pertanyaan yang serupa dengan sesi pertama diajukan kepada para partisipan yang telah
ditambahkan dengan pertanyaan dari panduan
wawancara Above The Influence
dan pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan dari berbagai tinjauan literatur.
3.
Sesi empat, lima, dan enam. Sesi ini adalah
sesi online dan peneliti mengadakan diskusi dalam sesi chat
online dengan remaja di facebook
yang tergabung dalam Above The Influence
facebook group. Peneliti membuka topik diskusi dengan menggunakan beberapa
pertanyaan, misalnya: apa pelajaran terbesar yang dapat dipetik dari pengalaman
negatif yang pernah kamu alami? Apakah ada sisi positif yang dapat dipetik
ketika individu mengalami tekanan dari teman sebaya? Siapakah yang membantumu
hingga menjadi pribadimu saat ini, dan bagaimana mereka melakukannya? Apa
pelajaran terpenting yang dapat dipetik saat kamu memiliki teman-teman yang
dapat membantumu untuk belajar?
4.
Sesi tujuh. Pada sesi terakhir,
para remaja menjawab pertanyaan terbuka yang ditanyakan secara tertulis. Tema
yang muncul dari sesi satu sampai enam berfungsi sebagai petunjuk untuk
mengeksplorasi pengalaman para peserta. Misalnya, para peserta ditanya seberapa
membantu pemutaran video bagi mereka dan menjelaskan pandangan mereka terhadap
video tersebut. Pertanyaan serupa telah diajukan selama wawancara individual
(sesi 2 dan 3) dan selama sesi chat online (sesi 4 sampai 6).
Lantas, dari program ini adakah manfaat yang diperoleh? Tentu saja ada.
Setelah dilakukan pengukuran dua bulan kemudian, maka diperoleh hasil seperti
berikut: adanya peningkatan pengetahuan dan kesadaran remaja mengenai bahaya
narkoba; adanya perbaikan dalam hubungan keluarga; terbina hubungan yang sehat
dengan teman sebaya; peningkatan kemampuan dalam berkomunikasi; peningkatan
efikasi diri pada remaja, efikasi diri yang dimaksud adalah kepercayaan diri
remaja terhadap kemampuan mereka untuk menjauhkan diri dari perilaku adiksi
(kecanduan) dalam berbagai situasi yang dapat memicu timbulnya perilaku
tersebut; meningkatkan keberanian para remaja untuk menolak, menjelaskan,
menghindari, dan meninggalkan dengan cara yang tepat apabila mereka diberikan
NAPZA oleh teman sebaya; dan meningkatkan daya tahan (resistensi) terhadap
obat-obatan terlarang.
Bagaimana jika program ini diterapkan di Indonesia? Jika ingin diterapkan
di Indonesia, mungkin ada beberapa hal yang harus kita sesuaikan dengan keadaan
dan budaya di Indonesia. Misalnya saja sesi empat, lima, dan enam yang
menggunakan media chatting online
untuk berdiskusi. Kita harus memahami tidak semua remaja Indonesia memiliki
akses internet. Oleh sebab itu, chatting
online dapat diganti dengan diskusi antar sesama partisipan dalam kelas
atau kita bisa mengundang mantan pecandu narkoba sebagai narasumber agar proses
diskusi dapat berjalan dengan lebih menarik.
REFERENSI
Botvin, G.J., Griffin, K.W. & Nichols, T.R. (2006). Effects of a school-based drug abuse prevention program for
adolescents on HIV risk behaviors in young adulthood. Prevention Science 7:103–112.
Calder, B. D. & Schulze, S. (2015). A pysch-oeducational
programme using audio-visual media to prevent adolescent substance abuse,
Education as Change, 19:1, 36-53.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
(2016). Memprihatinkan, anak pengguna narkoba capai 14 ribu, Diakses dari http://www.kpai.go.id/berita/memprihatinkan-anak-pengguna-narkoba-capai-14-ribu/ pada 07 Oktober 2017 pukul 15.45 WIB.
Nurmaya, Alya. (2016). Penyalahgunaan
NAPZA di Kalangan Remaja (Studi Kauss pada 2 Siswa di MAN 2 Kota Bima). Jurnal
Psikologi Pendidikan & Konseling, vol 2(1), 26-32.
Pajares, F. (2002a). Overview of social cognitive theory
and of self-efficacy. Available at http://www.emory.edu/EDUCATION/mfp/eff.html
and http://www.uky.edu/~eushe2/mfp.html (accessed
on 14 November 2017).
Pajares, F. (2002b). Self-efficacy beliefs in academic
contexts: An outline. Available at http://des.emory.edu/mfp/efftalk.html and
http://www.uky.edu/~eushe2/mfp.html (accessed on 14 November 2017).
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2017). Anti
narkoba sedunia 26 Juni’17, Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin%20narkoba%202017.pdf pada 06 Oktober 2017 pukul 17.54 WIB.
Rosida, Wulandari C.M., Retnowati D.A., Handojo K.J. (2015).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Napza pada Masyarakat di
Kabupaten Jember. Jurnal Farmasi Komunitas, vol.2 (1), 1-4.
Santrock, J. W. (2011). Masa Perkembangan Anak. Jakarta: Salemba
Humanika.
Saleh, H.D., Rokhmah D., & Nafikadini I. (2014). Fenomena
Penyalahgunaan NAPZA di Kalangan Remaja Ditinjau dari Teori Interaksionisme
Simbolik di Kabupaten Jember. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.2 (3),
468-475.
Simangunsong, Jimmy. (2015). Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan
Remaja (Studi Kasus pada Badan Narkotika Nasional Kota Tanjungpinang). Diakses
dari http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2015/09/E-jurnal-jimmy.pdf pada tanggal 06 Oktober 2017 pukul 12.30 WIB.
Komentar
Posting Komentar