REMAJA DAN NARKOBA: PSIKOEDUKASI DENGAN MEDIA AUDIO-VISUAL SEBAGAI PROGRAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA


Oleh: Mardiana Artati
http://www.hellomotion.com/sites/default/files/tolaknarkoba/TolakNarkoba-22.jpg?1422533404
(sumber: www.hellomotion.com)

Tahukah Anda, jika peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja melibatkan sejumlah perubahan? Ya, perubahan itu terjadi pada aspek biologis, kognitif, dan sosioemosional. Perubahan biologis pada masa remaja meliputi percepatan pertumbuhan, perubahan hormonal, dan kematangan seksual yang disertai dengan pubertas. Perubahan kognitif meliputi peningkatan dalam pola berpikir, perasaan tak terkalahkan, dan merasa berada diatas panggung. Sementara, perubahan dalam sosioemosional meliputi pencarian kebebasan, konflik dengan orangtua, dan keinginan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebaya (Santrock, 2011).
Idealnya ditengah proses peralihan tersebut, para kaum muda juga harus mengembangkan karakter positif (Positive Youth Development). Positive Youth Development diperkenalkan oleh Jacqueline Lerner dkk (dalam Santrock, 2011) yang berisi tentang lintasan perkembangan yang dikehendaki untuk para remaja bahwa mereka seharusnya memiliki pandangan yang positif terkait dengan akademis, sosial, karier, dan fisik; memiliki harga diri, dan keyakinan akan kemampuan dirinya untuk menguasi situasi dan dapat memberikan hasil yang positif dari situasi tersebut (efikasi diri); memiliki hubungan yang positif dengan orang lain seperti keluarga, teman sebaya, guru, dan individu dalam masyarakat; mereka mampu menghargai aturan-aturan sosial yang ada, dan mampu memahami mengenai benar dan salah; dan mampu menunjukkan kepeduliannya terhadap orang lain.
Realitanya dengan adanya teknologi saat ini, remaja dihadapkan pada pilihan gaya hidup yang kompleks, menghadapi aktivitas seksual dan godaan penggunaan narkoba pada usia yang semakin muda (Santrock, 2011).
Pada tahun 2016, BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan UI melakukan survei mengenai penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa. Melalui survei tersebut diperoleh angka setahun terakhir pakai sebesar 1,9%. Angka ini cenderung menurun dari tahun 2015 dimana angka yang diperoleh sebesar 2,2% (disitat dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2017).
KPAI menyebutkan bahwa kasus narkoba semakin mengancam. Pasalnya pengguna narkoba usia remaja naik menjadi 14 ribu jiwa dengan rentang usia 12-21 tahun. Jumlah tersebut dapat dikatakan luar biasa karena data dari BNN yang bekerja sama dengan Puslitkes UI menunjukkan total pengguna narkoba segala usia mencapai 5 juta orang Indonesia (Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Mei 2016).
Lalu menurut Anda, faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi seorang remaja menyalahgunakan narkoba? Apakah faktor keluarga, pengaruh teman sebaya, atau faktor lainnya?
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rosida, dkk., 2015; Saleh, dkk., 2014; Nurmaya, 2016; Simangunsong, 2015) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi seorang remaja untuk menggunakan narkoba adalah keluarga yang tidak utuh atau perceraian orangtua sehingga narkoba/NAPZA menjadi salah satu jalan pintas untuk melampiaskan masalahnya; pengaruh dari teman sebaya (mengikuti trend, keinginan untuk diterima dan diakui oleh kelompok sebaya, berteman dengan pengguna narkoba); dan memiliki pengetahuan yang rendah mengenai NAPZA serta bahaya yang ditimbulkan sehingga memutuskan untuk mencoba narkoba. 
Remaja merupakan aset bangsa yang nantinya bertanggung jawab atas perkembangan negara. Jika calon pewaris bangsa ini terjerumus dalam lingkaran narkoba, maka bisa Anda bayangkan apa yang akan terjadi pada bangsa ini pada beberapa tahun mendatang. Oleh sebab itu, diperlukan tindakan sedini mungkin untuk menekan peredaran dan penyalahgunaan narkoba pada remaja. Salah satu program yang ditawarkan untuk dilakukan adalah psikoedukasi yang menggunakan media audio-visual.
Menurut Pajares (2002a; 2002b) menggunakan media visual untuk menyampaikan materi dalam program pencegahan dapat memfasilitasi dialog atau diskusi sehingga dapat meningkatkan efikasi diri para remaja. Pendekatan pembelajaran ini ternyata sangat efektif bila media visual yang digunakan termasuk role-model (panutan/model dalam video)nya memiliki atribut (ciri-ciri) yang serupa dengan perilaku remaja yang akan disasar, dan juga disertai dengan masukan dari guru. Menggunakan media visual yang dikombinasikan dengan diskusi kelompok juga dapat merangsang keterampilan kognitif, termasuk pemecahan masalah dan berpikir kritis (Botvin, Griffin & Nichols, 2006).
Psikoedukasi menggunakan media audio-visual juga telah dilakukan oleh Schulze & Calder (2015) pada remaja di Afrika Selatan. Metode ini diterapkan di sekolah-sekolah untuk mencegah para remaja menjadi korban penyalahgunaan narkoba. Program pencegahan ini berjalan selama dua bulan dan terdiri atas tujuh sesi, yakni:
1.        Sesi satu. Pada sesi ini, peneliti memutar DVD selama 20 menit. DVD ini berisi tiga video yang berisi pengalaman-pengalaman korban penyalahgunaan narkoba dan pengalaman para remaja dalam mengatasi tekanan dari teman sebaya yang menjadi penyalahguna narkoba. Setelah menyaksikan video-video tersebut, partisipan diminta untuk menjawab lima pertanyaan terbuka yang telah disediakan oleh peneliti. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berkisar apa pesan yang didapat setelah menonton video tersebut, apa pengaruh positif dan negatif yang digambarkan dalam video tersebut, dan apa yang menyebabkan remaja dapat terjerumus dalam pengaruh obat-obatan terlarang. Setelah itu, peneliti mengadakan diskusi antar peserta dalam kelas. Diskusi ini bertujuan untuk merangsang para partisipan untuk berpikir mengenai apa yang terjadi ketika remaja terjatuh dalam pengaruh alkohol atau narkoba.
2.       Sesi dua dan tiga. Sesi ini adalah wawancara individual (diskusi) antara peneliti dengan para partisipan. Serangkaian pertanyaan yang serupa dengan sesi pertama diajukan kepada para partisipan yang telah ditambahkan dengan pertanyaan dari panduan wawancara Above The Influence dan pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan dari berbagai tinjauan literatur.
3.       Sesi empat, lima, dan enam. Sesi ini adalah sesi online dan peneliti mengadakan diskusi dalam sesi chat online dengan remaja di facebook yang tergabung dalam Above The Influence facebook group. Peneliti membuka topik diskusi dengan menggunakan beberapa pertanyaan, misalnya: apa pelajaran terbesar yang dapat dipetik dari pengalaman negatif yang pernah kamu alami? Apakah ada sisi positif yang dapat dipetik ketika individu mengalami tekanan dari teman sebaya? Siapakah yang membantumu hingga menjadi pribadimu saat ini, dan bagaimana mereka melakukannya? Apa pelajaran terpenting yang dapat dipetik saat kamu memiliki teman-teman yang dapat membantumu untuk belajar?
4.       Sesi tujuh. Pada sesi terakhir, para remaja menjawab pertanyaan terbuka yang ditanyakan secara tertulis. Tema yang muncul dari sesi satu sampai enam berfungsi sebagai petunjuk untuk mengeksplorasi pengalaman para peserta. Misalnya, para peserta ditanya seberapa membantu pemutaran video bagi mereka dan menjelaskan pandangan mereka terhadap video tersebut. Pertanyaan serupa telah diajukan selama wawancara individual (sesi 2 dan 3) dan selama sesi chat online (sesi 4 sampai 6).
Lantas, dari program ini adakah manfaat yang diperoleh? Tentu saja ada. Setelah dilakukan pengukuran dua bulan kemudian, maka diperoleh hasil seperti berikut: adanya peningkatan pengetahuan dan kesadaran remaja mengenai bahaya narkoba; adanya perbaikan dalam hubungan keluarga; terbina hubungan yang sehat dengan teman sebaya; peningkatan kemampuan dalam berkomunikasi; peningkatan efikasi diri pada remaja, efikasi diri yang dimaksud adalah kepercayaan diri remaja terhadap kemampuan mereka untuk menjauhkan diri dari perilaku adiksi (kecanduan) dalam berbagai situasi yang dapat memicu timbulnya perilaku tersebut; meningkatkan keberanian para remaja untuk menolak, menjelaskan, menghindari, dan meninggalkan dengan cara yang tepat apabila mereka diberikan NAPZA oleh teman sebaya; dan meningkatkan daya tahan (resistensi) terhadap obat-obatan terlarang.
Bagaimana jika program ini diterapkan di Indonesia? Jika ingin diterapkan di Indonesia, mungkin ada beberapa hal yang harus kita sesuaikan dengan keadaan dan budaya di Indonesia. Misalnya saja sesi empat, lima, dan enam yang menggunakan media chatting online untuk berdiskusi. Kita harus memahami tidak semua remaja Indonesia memiliki akses internet. Oleh sebab itu, chatting online dapat diganti dengan diskusi antar sesama partisipan dalam kelas atau kita bisa mengundang mantan pecandu narkoba sebagai narasumber agar proses diskusi dapat berjalan dengan lebih menarik.
REFERENSI
Botvin, G.J., Griffin, K.W. & Nichols, T.R. (2006). Effects of a school-based drug abuse prevention program for adolescents on HIV risk behaviors in young adulthood. Prevention Science 7:103–112.
Calder, B. D. & Schulze, S. (2015). A pysch-oeducational programme using audio-visual media to prevent adolescent substance abuse, Education as Change, 19:1, 36-53.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (2016). Memprihatinkan, anak pengguna narkoba capai 14 ribu, Diakses dari http://www.kpai.go.id/berita/memprihatinkan-anak-pengguna-narkoba-capai-14-ribu/ pada 07 Oktober 2017 pukul 15.45 WIB.
Nurmaya, Alya. (2016). Penyalahgunaan NAPZA di Kalangan Remaja (Studi Kauss pada 2 Siswa di MAN 2 Kota Bima). Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling, vol 2(1), 26-32.
Pajares, F. (2002a). Overview of social cognitive theory and of self-efficacy. Available at http://www.emory.edu/EDUCATION/mfp/eff.html and http://www.uky.edu/~eushe2/mfp.html (accessed on 14 November 2017).
Pajares, F. (2002b). Self-efficacy beliefs in academic contexts: An outline. Available at http://des.emory.edu/mfp/efftalk.html and http://www.uky.edu/~eushe2/mfp.html (accessed on 14 November 2017).
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2017). Anti narkoba sedunia 26 Juni’17, Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin%20narkoba%202017.pdf  pada 06 Oktober 2017 pukul 17.54 WIB.
Rosida, Wulandari C.M., Retnowati D.A., Handojo K.J. (2015). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Napza pada Masyarakat di Kabupaten Jember. Jurnal Farmasi Komunitas, vol.2 (1), 1-4.
Santrock, J. W. (2011). Masa Perkembangan Anak. Jakarta: Salemba Humanika.
Saleh, H.D., Rokhmah D., & Nafikadini I. (2014). Fenomena Penyalahgunaan NAPZA di Kalangan Remaja Ditinjau dari Teori Interaksionisme Simbolik di Kabupaten Jember. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.2 (3), 468-475.
Simangunsong, Jimmy. (2015). Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja (Studi Kasus pada Badan Narkotika Nasional Kota Tanjungpinang). Diakses dari http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2015/09/E-jurnal-jimmy.pdf pada tanggal 06 Oktober 2017 pukul 12.30 WIB.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTERVENSI-PREVENSI REMAJA ADIKSI/KECANDUAN GAME ONLINE (FAKTOR RISIKO ORANG TUA)

ADIKSI GAME PADA REMAJA DAN UPAYA PENCEGAHANNYA